Dimensi Sosial Ajaran Islam - Spirit Merdeka

Latest

Semangat berbagi untuk kebahagiaan hakiki

Business

BANNER 728X90

Wednesday, August 22, 2018

Dimensi Sosial Ajaran Islam

Hari ini, tepatnya momentum Idul Adha merupakan ajang mengenang sejarah hebat umat manusia. Tidak sebatas mengenang saja, tapi meneladani sebuah keluarga ideal yang seluruh anggotanya menjadi teladan bagi seluruh umat manusia. Mereka menjadi teladan bukan karena popularitas, harta, jabatan, dan kemewahan duniawi lainnya. Melainkan karena ketakwaannya. Nabi Ibrahim sebagai sang suami dan ayah yang bertakwa. Beliau  mampu mengenyahkan godaan syetan dan lebih memilih perintah Allah meskipun tidak mengenakkan perasaan. Siti Hajar seorang ibu dan istri yang sholehah tetap tegar mengukuhkan keyakinan suami dan anaknya. Nabi Isma’il seorang anak yang sholeh dan senantiasa taat kepada Allah Swt. Apapun perintah Allah haqqul yakin beliau siap menjalaninya meskipun harus menghadapi kematian secara tragis.

Drama penyembelihan anak manusia ini nyaris terjadi. Karena semua pihak telah sepakat. Mereka ridha 100% pada ketentuan Rabb-Nya. Namun Allah Yang Maha bijaksana tidak mau membiarkan hal ini terjadi. Apalagi terhadap para kekasih-Nya. Ujian. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan perintah kurban. Ujian maha berat itu mampu dilewati oleh keluarga Nabi Ibrahim. Dan takdir Allah pun terjadi. Akhirnya penyembelihan diganti dengan hewan ternak. Walhasil, ibadah yang dipelopori oleh Nabi Ibrahim sekeluarga ini hingga kini tetap lestari. Bahkan menjadi syariat ajaran Nabi pamungkas, Nabi Muhammad Saw.

Dari tahun ke tahun dari zaman ke zaman umat Islam di seluruh dunia melaksanakan ajaran ini. Ibadah kurban ini berbarengan dengan salah satu rukun Islam yang fenomenal, yakni ibadah haji. Ibadah haji adalah rukun Islam terakhir dari 5 (lima) rukun yang harus dipenuhi oleh umat Islam yang telah memenuhi syarat. Melaksanakan ibadah haji tidaklah ringan. Butuh pengorbanan jiwa raga, harta benda dan hal-hal lainnya yang tidak mudah dilakukan oleh setiap orang. Sehingga ibadah ini hanya diwajibkan sekali seumur hidup bagi orang yang sudah mampu melaksanakannya. Baik mampu secara keilmuan, finansial, fisik maupun psikis (kejiwaan). Mudah-mudahan kita semua segera mendapatkah panggilan untuk berziarah ke Baitullah melaksanakan rukun Islam yang ke-5 ini. Amin.

Seperti yang tersurat di judul besar tulisan ini, saya ingin menyampaikan beberapa dimensi sosial ajaran Islam yang mulia ini. Tetapi karena keterbatasan ilmu dan wawasan, mungkin akan banyak hal lain yang belum bisa terakomodir dalam tulisan ini. Namun hal ini tidak akan mengurangi semangat saya untuk menuliskan hal yang saya mampu sekiranya bermanfaat untuk kemaslahatan masyarakat. Mudah-mudahan tulisan ringan ini menjadi jalan kebaikan bagi saya untuk berbuat kebermanfaatan sebanyak-banyaknya. Harapannya, agar semua orang tahu bahwa Islam itu ajaran yang universal. Setiap ritualnya mengandung hikmah yang berharga. Tidak hanya bagi pelaku ritual, melainkan bermanfaat secara sosial untuk seluruh umat manusia.

Dimensi sosial dalam syahadatain
Syahadat adalah gerbang utama memasuki hidayah Islam. Setiap orang yang akan memeluk agama Islam, maka wajib mengucapkan kalimat agung ini. “Asyhadu alla ilaha illalloh wa asyhadu anna muhammadarrosululloh”. Artinya aku bersaksi tiada Tuhan selain Alloh dan aku bersaksi Nabi Muhammad utusan Alloh. Bersaksi di sini bukan berarti melihat, menonton, menyaksikan. Tetapi bermakna menekadkan sepenuh hati, meyakini dengan segenap jiwa raga bahwa Rabb yang berhak diibadahi hanyalah Alloh Swt. Dan Nabi Muhammad adalah utusan Alloh yang menjadi teladan dan panutan umat Islam, bahkan seluruh umat manusia.

Dalam syahadat sepintas seperti ritual yang bersifat vertikal saja. Padahal kalau kita cermati lebih dalam di sana terdapat dimensi sosial. Dengan bersyahadat seorang hamba yang telah berikrar sepenuh jiwa raga untuk tunduk seutuhnya hanya kepada Allah. Sedangkan dalam banyak ayat Allah memerintahkan untuk berbuat baik kepada sesama manusia dan berbuat baik kepada alam sekitarnya. Kalau seseorang mencederai sesama tanpa alasan yang jelas, maka dia telah mengkhianati ikrarnya sendiri. Lebih jauh Allah memberikan tuntunan langsung berupa utusan terbaiknya Rasulullah Saw. Apa yang diajarkan Rasulullah Saw? Akhlak yang mulia.

Dengan demikian, betapa ajaran Islam ini sarat dengan keshalehan sosial. Dari ajaran yang sepintas hanya bersifat personal saja kita dapat menarik benang merah betapa pentingnya ibadah sosial. Apalagi dalam ritual ibadah yang nampak jelas dimensi sosialnya. Seperti shalat berjama’ah, puasa ramadhan, zakat, infak, sedekah, ibadah haji dan tentunya yang sekarang lagi ngetrend, yaitu ibadah kurban. Betapa agung dan mulianya ajaran Islam ini. Sayangnya belum semua orang menyadarinya. Bahkan umat Islam sendiri belum sepenuhnya sadar bahwa nilai-nilai sosial yang sering digaungkan oleh mereka yang anti agama sekalipun, sebenarnya dalam tubuh Islam ini sudah lebih memadai. Masalahnya, bagaimana kita bisa menyadari dan mengimplementasikan ajaran luhur ini. Sangat sah sebuah ungkapan bahwa Islam itu tinggi tak ada yang lebih tinggi dari Islam. Namun  akan salah kaprah tatkala berbicara dengan oknum-oknum dari umat Islam. Maka mari kita junjung tinggi keagungan Islam ini dengan mengedepankan akhlak yang agung.


No comments:

Post a Comment